Anggara
Risfa
Rama
Wahyu
Ica, dan yang lainnya....
Sebuah cerita dimulai ketika seseorang bernama Anggara atau akrab dipanggil Anggar mulai menjalani kehidupan barunya setelah beberapa kejadian buruk menimpanya beberapa waktu silam. Ia kini dikenal sangat setia kawan dan lebih menjaga persahabatannya dengan teman-teman, hingga seringkali ia mengalami baku pukul dengan orang lain. Dimata tema-teman dia adalah seorang pemimpin yang bisa menjaga semua orang namun 1 kelemahannya, dia tidak dapat menjaga dirinya sendiri.
Anggar kini menjalani masa kuliahnya dengan tenang, meskipun dia sering terlibat cek-cok dengan lingkungan sekitar termasuk dengan kakak senior. Dia mempunya banyak teman namun hanya beberapa yang benar-benar mengenal dia sepenuhnya. Mereka adalah Risfa, Rama, Wahyu, Ica dan beberapa teman lainnya. Di tempat dimana dia kuliah, tidak ada yang mengetahui secara pasti siapa dan apa yang dimiliki oleh Anggar. Bila dia mengalami kecelakaan atau mengalami permasalahan, seringkali permasalahan itu lewat begitu saja. Dan banyak dari teman-teman Anggar yang heran, darimana dia mampu mengetahui apa yang terjadi ataupun apa yang sedang dipikirkan oleh teman-temannya.
Hingga suatu hari, sesuatu yang amat buruk terjadi pada Anggar. Saat itu tepatnya hari Rabu, Anggar bermaksud ingin bermain dengan Heni dan beberapa teman lainnya dengan konvoi ke rumah Heni. Biasanya ketika pulang kuliah, Anggar lebih sering pulang bersama dengan Risfa ataupun Ica namun saat itu Anggar tidak pulang bersama keduanya. Risfa lebih memilih pulang dengan kendaraan umum, tetapi Anggar mengantar Risfa terlebih dahulu ke halte terdekat. Ica juga telah pulang terlebih dahulu. Anggar telah menghubungi Rahma, Heni, dan Rifa untuk bertemu di tempat biasa mereka berkumpul di depan taman. Anggar pun juga menunggui Risfa terlebih dahulu untuk menaiki kendaraan umumnya dan sempat ada pembicaraan singkat antara keduanya.
"Gar, udah sih pulang aja duluan. Saya bisa pulang sendiri, kan katanya mau main sama Heni kan? Udah sana jalan, entar kesorean aja sih", kata Risfa. "Udah sih bentaran lagi Fa, ga enak ah main tinggalin Risfa. Bentar lagi juga lewat kendaraannya, atau engga aku beli dulu roti ya di warung seberang. Kan jauh perjalanan pulang kamu, Fa", ucap Anggar sambil bersiap menaiki Ninjanya untuk membeli roti untuk temannya itu. Ketika itu, Rahma, Heni dan Rifa sudah sampai depan taman tidak jauh dari halte dimana ada Risfa dan Anggar. "Eh itu si Anggar dah. Anggar! Anggar!", teriak Rifa memanggil Anggar. Di saat bersamaanpun Risfa berkata bahwa dia tidak ingin roti dan tidak usah dibelikan, namun Anggar telah menyalakan mesin motornya dan nasib naas terjadi. Pada saat Anggar ingin menyeberang, tiba-tiba ada truk lewat yang ingin menyalip sebuah bus dari arah berlawanan. Supir bus tidak dapat menahan laju kendaraannya dan kendaraannya hilang kendali. Di saat itulah Anggar telah berada sekitar 5 meter dari bus tersebut dan tidak menyadari bahaya yang akan menimpanya. Laju bus yang tidak dapat dikurangi menjadikan Anggar, supir bus, penumpang dan pengguna jalan lain dalam bahaya besar. 2 detik sebelum tabrakan, Risfa meneriaki Anggar "Anggar hati-hati!!!". Namun terlambat sudah, Anggar tidak dapat menghindar dan tabrakan hebat pun terjadi antara bus yang melaju kencang dengan truk yang lewat dan juga dengan Anggar.Rahma, Heni, Rifa dan Risfa tercengang seketika melihat kejadian tabrakan hebat itu dengan mata kepala mereka sendiri. "ANGGARAAA!!!!", seketika mereka langsung meneriaki temannya itu dan langsung berlari mendatangi temannya itu. Anggar terseret cukup jauh yaitu, sekitar 50 meter dari lokasi kecelakaan dan bus yang menabrak pun setelah menabrak Anggar langsung menabrak pohon besar hingga akhirnya tumbang seketika. Sedangkan truk pengangkut kayu yang tadi menyalip bus itu terguling 10 meter dari lokasi, dan keadaan lalu lintas di sekitar TKP sedang tidak begitu ramai.
Keadaan Anggara nyaris membuat orang miris. Dengan luka di sekujur tubuh dan terjadi patah tulang pada kaki dan tangannya serta dengan keadaan seperti tidak bernafas lagi. Rahma, Heni dan Rifa segera berlari melihat kondisi temannya sedangkan Risfa segera menghubungi Rama, Ica, Lia dan beberapa teman lainnya. Tidak lupa warga sekitar langsung menghubungi polisi setempat dan ambulance. Warga sekitar juga membantu mengeluarkan penumpang bus yang keadaannya selamat semua dan hanya mengalami cedera ringan hingga sedang. Tidak lama ambulance pun tiba dan segera membawa Anggar, supir bus dan supir truk ke rumah sakit terdekat.Kejadian itu menggegerkan daerah itu selama beberapa jam. Risfa pun tidak jadi pulang, dia ikut membawa Anggar ke rumah sakit. Ketika sampai di rumah sakit, Anggar langsung dibawa ke ICU karena kondisinya yang terus menurun dan mengalami pendarahan hebat di sekujur tubuhnya. Rencana Rahma ingin mengajak Anggar, Heni dan Rifa ke rumahnya pun dibatalkan. Mereka panik dengan keadaan Anggar yang begitu parahnya mengalami luka. Mereka juga menghubungi semua teman-teman Anggar di kampus mengenai keadaan Anggar. Dan semuanya terkejut, segera saja orang yang dihubungi Rahma dkk berencana segera datang melihat keadaanAnggar. "Eh seriusan? Anggar dimana? eh baru juga sampe ni, yaudah aku langsung cabut kesana", begitu kata Rama salah satu teman Anggar setelah dihubungi Rifa.
Dokter yang memeriksa keadaan Anggar keluar dari ICUdan berkata, "Maaf anggota keluarga Anggar mana?". Risfa pun berkata, "Dok, saya kakaknya. Bagaimana keadaannya?". "Sungguh maaf sekali, adik anda telah kami lakukan transfusi darah namun kini dia dalam keadaan koma. Tanda-tanda kehidupannya mulai menurun, saya harap anda memiliki kesiapan mental", ujar sang dokter. Dan setelah mendengar itu semua yang ada disana diam seketika dan termenung, tidak lama kemudian datanglah Rama dengan Wahyu. "Anggar ga mungkin ninggalin kita kan? ENGGA MUNGKIN!!", teriak histeris Heni. Rama dan Wahyupun membisu ketika mengetahui berita itu, namun anehnya Risfa berkata, "Dok, boleh saya lihat keadaannya?". "Ris, aku ikut. Aku tidak percaya itu terjadi pada Anggar!", ujar Rama. "Tentu, silahkan ikut perawat itu", dokterpun mempersilahkan keduanya.
Dalam ruang ICU, terbujurlah teman mereka Anggar dengan berbagai peralatan pendeteksi kehidupan dan berbagai alat lainnya. "Anggar, ini Rama. Rama ga percaya kalau Anggar ga bisa melewati masa kritis ini, Rama yakin Anggar dengar dengan ucapan Rama. Anggar sadar, bangun!!", ucap Rama histeris. Dari waktu kejadian hingga saat ini sudah berjalan 2,5 jam, dan keadaan Anggar terus menurun diikuti kesadaran Anggar yang belum menunjukkan apa-apa. Suasana saat itu sangat sedih, beberapa teman Anggar yang telah datang dan mendengar berita mengenai keadaan Anggar mengalami shock dan juga pingsan. Keadaan ini benar-benar mencekam diliputi sedih yang amat dalam."Gar, ini aku Risfa. Gar sadar, bangunlah. Aku tau kau pasti bisa mendengar suaraku. Gar, bukankah kau janji ingin menjagaku dan teman-teman yang lain? Apa kau ingin ingkar janji? Setahuku kau bukan tipe oramg yang ingkar janji. Gar, sadar lah!", ucap Risfa dalam tangisnya. Ia terus berkata seperti itu selama 30 menit terakhir, begitupun dengan Rama. Hingga sesuatu terjadi pada Risfa.
"Ris, mungkin kau dengar suaraku namun janganlah kau menolehkan kepalamu mencari sumber suara ini. Ris, aku tahu keadaanku tidak lebih baik dan mungkin tidak dapat bertahan. Memang benar aku bukan tipe orang yang ingkar janji, namun aku tidak dapat berbuat apapun lagi. Raga ini sudah tidak sanggup lagi bertahan Ris, meskipun aku tahu tugasku belum selesai", sebuah suara terngiang halus dalam sanubari Risfa dan itu membuat dirinya terkejut seketika. "Gar, ku tahu ragamu memang tak sanggup. Namun bukannya jiwamu masih dapat bertahan? Kau bilang kau ingin menjaga kami, dan kau telah melakukannya dengan sangat baik. Kini izinkanlah kami menjagamu Gar, izinkanlah. Aku ingat dulu kau pernah berkata bahwa kau akan menjaga kami selama kami masih mengenalmu, kau juga pernah berkata bahwa kaulah sandaran kami ketika hati tak tenang, dan tidak lupa pula kau selalu mengingatkan diri kami akan semua hal yang meskipun engkau menghiraukannya atas dirimu. Bila kau pergi sekarang, bagaimana dengan kami Gar?", Risfa berkata dalam jiwanya. "Tahukah kau Ris, hidup itu singkat. Hiduppun juga awal dari kematian. Raga ini sudah lelah dan tidak sanggup lagi memikul segala tindakanku lagi", suara itupun terngiang kembali dengan sangat halus. "Gar, ragamu memang tak sanggup lagi. Tapi bukannya engkau telah memegang teguh prinsipmu, engkau akan menjaga kami apapun yang terjadi. Kamu akan menantang bahaya untuk selamanya agar dapat menyelamatkan kami, engkaupun juga akan menantang maut bila terdesak dan engkau selamanya akan menjadi orang yang selalu menjaga kami dan kami kasihi. Kini engkau pilihlah jalanmu Anggar, apa engaku ingin beristirahat ataukah akan terbangun kembali untuk mewarnai hidup kami. Bila diizinkan, izinkan aku untuk menjagamu Gar, bukan hanya engkau yang menjagaku", ucap Risfa dalam pilunya yang amat dalam. Hingga beberapa menit lewat, tak ada lagi suara halus yang terdengar. Dan suasana mencekampun terjadi, sunyi.Diluar ICU, banyak yang telah datang yang sudah merasakan duka yang amat dalam, mereka tidak mengetahui lebih lanjut keadaan teman mereka. Dan ini sudah berjalan sekitar 4 jam dari waktu kejadian, keadaan terakhir Anggara yang diketahui teman-temannya ialah ia sedang koma dengan tidak ada tanda kehidupan yang lebih baik. Hingga suatu kejadian yang sangat mustahil terjadi bagi seseorang yang telah mengalami koma dan penurunan tanda kehidupan, Bunyi alat pendeteksi denyut jantung mulai berbunyi teratur, tekanan darah yang semula amatlah rendah mulai naik perlahan, dan tanda kehidupan otakpun juga mengalami kemajuan. Kejadian ini membuat orang yang didalam ICU tercengan dengan apa yang mereka lihat, Risfa, Rama, perawat dan sang dokterpun terdiam sunyi. Mereka hampir tidak mempercayai apa yang dilihat mereka, semua tanda kehidupan otak dan pernafasanpun Anggara mulai merangkak naik menuju normal. Kejadian itu berlangsung sekitar 30 menit, tidak ada komunikasi dalam ruang itu. Mereka semua terdiam, dan orang yang diluar ICU tidak mengetahui apa yang telah terjadi di dalam ruang tersebut.
"Ini benar-benar keadaan yang sangat mustahil terjadi bagi orang yang telah mengalami koma, belum pernah seumur hidup saya melihat perubahan yang signifikan ini pada seorang pasien dalam waktu yang tergolong singkat", ujar sang dokter tercengang. Dan sebuah gerakan halus terjadi pada bibir Anggara yang hendak berkata meskipun kesadarannya belum pulih benar. "Risfa, aku kembali kesini atas permintaanmu. Hidup adalah awal mula kematian, dan mati adalah awal mula kehidupan", ucap Anggar dengan suara yang amat halus dan hampir tidak terdengar oleh siapapun kecuali Risfa. Risfa tersenyum dan berkata, "Gar, selamat datang kembali" yang diikuti senyum haru dan tetesan air mata yang bergulir pada pelupuk matanya. "Gar, sudah sadarkah kamu? Ini Rama, teman-teman semua sudah menunggumu", Rama berkata dengan sangat halus. Dan butuh waktu hanya dalam 1 jam agar Anggara benar-benar tersadar. Dokterpun benar-benar terdiam takjub dengan apa yang telah dilihatnya.Dalam waktu sekitar 6 jam, Anggara berhasil melewati masa kritisnya. Dokterpun kembali takjub ketika kembali memeriksa seluruh keadaan sang pasien untuk memastikan keadaannya secara keseluruhan, dan hasilnya keadaan Anggara hampir mendekati 100% kepulihan dengan tangan dan kakinya yang patahpun telah kembali normal. Suatu kejadian yang sangat tidak masuk akan telah terjadi dalam kehidupan Anggara. Tidak lama kemudian sang polisi memasuki ruang ICU hendak menanyai kejadian yang terjadi pada Risfa, dan kembali terkejut melihat sang korban kecelakaan telah tersadar dari koma. Anggara pun langsung berkata, "Pak polisi, bisakah saya mencabut semua kasus yang menyangkut sang supir bis dan supir truk?". Sebuah pertanyaan yang membuat semua yang disitu kembali tercengang kesekian kalinya. Rama berkata, "Kau yakin Gar ingin mencabutnya? Ini permasalahan serius yang bisa saja mengakibatkan kau.....". Ia tidak melanjutkan ucapannya dan langsung tertunduk. "Apa kau yakin ingin mencabutnya?", ujar sang polisi tidak percaya. Dan Anggara pun menganggukkan kepalanya. Kemudian ia langsung bangun dan hendak pergi. "Ram, Ris, ayo urus administrasi rumah sakit. Aku ingin melihat keadaan motor kesayanganku, Ninja", ujar Anggara. "Motormu sudah hancur Gar, hancur berkeping-keping", kata Risfa. "Hancur? Aku meragukannya, pak polisi bisa tidak mengantarkan saya untuk melihat keadaan motor saya itu?", tanya Anggar. "Ah, baik. Mari ikut saya", ujar sang polisi ragu. "Sebentar, saya ingin menemui teman-teman saya pak polisi, Rama dan Risfa", kata Anggar.
Tiba-tiba pintu ICU terbuka dan semua mata tertuju padanya, dan semua yang ada disitu hampir tidak mempercayai dengan apa yang mereka lihat. Heni dan yang lain terperanjat melihat Anggara yang telah berdiri berjalan ke arah mereka meskipun masih dipapah Rama dan Risfa. "ANGGARA!!!", semua berteriak. Beberapa dari mereka langsung mendatangi teman mereka, namun yang lain kembali mengalami pingsan setelah shock melihat Anggar. Rumah sakit itupun juga gempar setelah kabar mengenai pasien koma yang telah siuman kembali.Setelah sampai di polsek terdekat, sang polisi dan juga Risfa kembali tercengang dengan apa yang baru saja dilihat. Sebuah motor Ninja merah metalik biru milik Anggara ada disana dalam keadaan UTUH tanpa cacat. "Benar kan kataku Risfa, motorku masih utuh", dengan bangganya Anggar berkata demikian. "Oh ya kita belum mengurus administrasi rumah sakit", ujar Anggar. "Tidak perlu, ada seseorang yang telah membayarkan atas nama anda sebelum saya memasuki ruang ICU", ucap pak polisi. "Ini benar-benar aneh, janggal sekali semua berjalan seperti tidak ada masalah. Aku benar-benar tidak percaya!", ujar Rama dan Risfa dalam hati. Rama, Risfa dan Anggara pun kembali ke rumah sakit menemui teman-teman mereka. "Anggar, ini benar-benar kamu? Bukankah sebelumnya engkau koma?", ucap Heni, Rahma dan yang lainnya nyaris bersamaan. "iyap, ini Anggara yang kalian kenal ko. Emang ada ya kembaran aku?", jawab Anggar sambil tertawa halus. "Yuk pulang ah, kalian disini emang mau pada reunian. Pada pulang gih semuanya, Risfa bareng yuk pulangnya", ujar Anggar tersenyum. Risfa mengangguk meski masih merasa aneh.
Seperjalanan pulang, Risfa terdiam. "Hey tumben sekali diam,ada apa Ris? hemm biar kutebak, kau masih heran dengan keadaanku? Dan kau heran mengenai suara yang berbicara denganmu?", ucap Anggara. "Ah, ya Anggar. Hal itu masih membuatku heran dan bingung", jawab Risfa. "Hal itu tak usah aku jabarkan, suatu hari kau akan tahu itu dengan sendirinya", jawab Anggar dengan senyum penuh arti.Keesokannya, kampus tempat Anggar kuliah gempar mengenai berita Anggar yang sadar dalam waktu cepat dari keadaan koma. Dan beberapa hari setelah kejadian, semua mata tertuju pada Anggar, dan Anggar seperti biasa tidak menghiraukannya. Ia kembali kuliah seperti biasa. Mengenai kesadaran Anggara pulih dari koma, kesehatannya yang seketika hampir 100%, dan juga keadaan motornya yang utuh masih menjadi sebuah misteri bagi yang mengetahui. Namun Anggara tidak berubah, dialah Anggara yang dahulu Heni dan yang lainnya kenal. Tidak sedikitpun berubah,
~Hidup adalah awal kematian, mati adalah awal kehidupan~
~Mengabdilah untuk masyarakat, bukan masyarakat yang mengabdi untuk kita~
~Lakukanlah semaksimal mungkin semua hal yang dapat dilakukan namun lakukanlah seminimal mungkin kesalahan yang mungkin terjadi~
-> Tidak ada yang lebih berarti dari sebuah persahabatan dan kesetiakawanan, hanya perlu pengorbanan untuk mempertahankan segalanya<-